top of page

15 “Penyakit Rohani” yang disebut Paus Fransiskus.

 

Refleksi ini ditujukan oleh Paus bagi anggota Curia Roma, namun berlaku untuk setiap orang katolik, siapa pun kita dan di mana pun kita berada.

 

Kalau menyimak isinya, memang Paus mengunakan kata “Para Rasul” (the Apostles) untuk menyebut orang-orang yang dimaksudkannya, yang mungkin maksudnya para anggota Kuria Roma yang adalah para Uskup. Namun nama itu berlaku juga untuk setiap orang katolik yang disapanya.

1. The disease of feeling 'immortal' or 'essential' (Merasa “abadi” dan “penting”)

Anggota Kuria yang tidak melakukan kritik-diri, tidak berusaha untuk up to date, dan tidak berusaha untuk memperbaiki diri, adalah seperti “badan yang sakit”. Paus mengatakan bahwa berkunjung ke tempat pemakaman dapat membantu kita untuk melihat nama-nama yang mungkin mereka waktu hidup berfikir bahwa mereka abadi dan penting, namun kini sudah dikubur.  Mereka yang mengidap penyakit ini adalah orang yang merasa diri “tuan” dan “atasan” dari pada merasa diri sebagai pelayan. Penyakit ini disebabkan oleh patologi kekuasaan, semacam “mesianik kompleks” dan narsistik.

 

2. The disease of excessive activity (Penyakit Super Sibuk)

Ini penyakit orang yang seperti Marta dalam Injil, menenggelamkan diri dalam aktivitas, dengan akibat mengabaikan apa yang lebih penting: duduk di kaki Yesus.  Paus mengingatkan Yesus yang berkata kepada para murid: “beristirahatlah sejenak. Mengabaikan apa yang lebih penting akan membuat kita cemas dan stress.

 

3. The diseases of mental and spiritual 'petrification' (Penyakit rohani dan mental yang disebut: memetruskan diri).

Penyakit ini diderita oleh anggota kuria yang kehilangan “kedamaian hati”, semangat hidup (vitalitas) dan keteguhan (audacitas); mereka menyembunyikan diri di balik kertas-kertas dokumen dan menjadi “mesin prosedur” dan bukan lagi Men of God; mereka tidak bisa lagi “menangis dengan orang yang menangis; dan tertawa dengan orang yang tertawa. Mereka menjadi dingin dan kaku, seperti robot-robot.

 

4. The disease of overplanning (Penyakit: penuh rencana)

Jika para rasul (the apostles) merencanakan segalanya dengan cermat dan percaya bahwa dengan itu semuanya akan maju dengan efektif, maka mereka menjadi akuntan publik. Perencanaan yang baik memang perlu, namun jangan jatuh ke dalam pencobaan untuk mengekang dan membatasi kebebasan Roh Kudus…Selalu lebih mudah dan lebih nyaman untuk kembali kepada data statistik yang sudah ada dan posisi semula yang mapan.

 

5. The disease of bad coordination (penyakit: koordinasi yang buruk)

Penyakit ini menghinggapi anggota kuria yang kehilangan hidup komunitas dan “Tubuh” itu kehilangan  fungsinya yang harmonis sehingga menghasilkan bunyi orchestra yang fals karena para anggotanya tidak bekerjasama dan tidak hidup dalam komunalitas dan semangat team yang baik.

 

6. The disease of spiritual Alzheimer's (penyakit “kelumpuhan otak” Rohani)

Penyakit ini adalah kemunduran kemampuan rohani yang semakin akut ( a 'progressive decline of spiritual faculties)  yang menimbulkan akibat-akibat buruk dan merugikan bagi umat,. Penyakit ini membuat orang-orang itu hidup dalam ketergantungan pada pandangan dan pendapat sendiri, yang sering hanya imaginasi atau ilusi saja. Kita dapat menyaksikan penyakit itu dalam diri mereka yang kehilangan “kenangan” (memory) akan pengalaman perjumpaan dengan Allah; Mereka tergantung pada obsesi dan pikiran-pikiran mereka sendiri.

 

7. Penyakit persaingan dan kemuliaan yang fana (The disease of rivalry and vainglory)

Ketika penampilan, model dan warna pakaian jabatan  dan kehormatan menjadi tujuan utama dalam hidup…itulah penyakit yang menjerumuskan mereka untuk menjadi orang-orang (pria dan wanita) yang palsu; mereka hidup dalam kesalehan yang palsu.

 

8. Penyakit kepribadian terbelah (The disease of existential schizophrenia)

Penyakit ini diderita oleh mereka yang menjalani “hidup ganda” akibat dari sikap hipokrit yang khas dari orang-orang yang mengalami kokosongan rohani. Kita sering terkejut bahwa seseorang meninggalkan karya pelayanan pastoral dan membatasi kegiatan mereka hanya pada urusan administrasi, dan mereka kehilangan kontak dengan realitas dan umat yang nyata.  Dengan cara itu, mereka menciptakan dunia mereka sendiri dan mereka mengabaikan apa pun yang dinasehatkan oleh orang lain.

 

9. Penyakit: Nggosip dan “karlotta”  (The disease of gossip and chatter)

Penyakit ini membuat seseorang menjadi “penabur kekacauan” (bahasa Yunani: diabolos = membuang ke segala arah; lawan dari dialogos (berbicara dua arah). Dan dalam banyak kasus penggosip itu adalah “pembunuh berdarah dingin” terhadap reputasi atau nama baik dari saudaranya atau koleganya sendiri. Penyakit penggosip ini diderita oleh orang-orang penakut, yang beraninya bicara di belakang, tidak berani terus terang…waspadalah terhadap terrorisme gossip!

 

 

10. Penyakit mendewakan (mentuhankan) pemimpin (The disease of deifying the leaders)

Penyakit ini menghinggapi mereka yang “menyogok para atasan mereka”, mereka menjadi budak karierisme dan oportunisme; mereka menghidupi panggilan dengan berfikir apa yang  dapat saya peroleh dan bukan apa yang dapat saya berikan.  Para atasan juga mengidap penyakit yang sama jika ia menyuap para bawahannya untuk mendapatkan loyalitas dan kepatuhan mereka.

 

11. Penyakit cuek bebek (The disease of indifference to others)

Gejala penyakit ini adalah bila orang yang berfikir tentang dirinya sendiri dan kehilangan ketulusan dan kehangatan dalam relasi dengan sesamanya. Jika orang yang sudah pengalaman tidak mau menularkan pengetahuan itu kepada rekan kerja dan penerusnya. Dan jika karena iri hati, maka kita gembira bila melihat teman jatuh, dari pada ingin mengangkat dan memberikan peneguhan kepada mereka.

 

12. Penyakit “muka asam” (The disease of the funeral face)

Penyakit ini menghinggapi orang-orang yang merasa diri supaya nampak serius, maka mereka harus menunjukkan wajah yang asam, cemberut, dan dingin seperti kuburan. Padahal itu disebabkan oleh rasa minder atau rendah diri. Pada kenyataanya, kekakuan teatrikal dan pesimisme yang mandul itu adalah gejala dari rasa takut dan rasa tidak aman terhadap diri sendiri. Kita anggota kuria harus berusaha untuk menjadi orang yang sopan, tenang, bersemangat dan penuh kegembiraan…Paus mengajak kita untuk bisa “menertawakan diri sendiri” dan betapa bermanfaatnya kalau hal itu bisa kita lakukan.

 

13.  Penyakit untuk “mengamankan diri” (The disease of hoarding)

Penyakit ini kambuh jika murid Yesus mencari untuk memenuhi kebutuhan yang ia rasakan dengan menumpuk harta milik, bukan karena diperlukan untuk pelayanan, melainkan hanya demi rasa aman.

 

14. Penyakit “merasa diri lingkaran dalam” (The disease of closed circles)

Penyakit ini dialami oleh orang yang merasa bahwa menjadi bagian dari “lingkaran dalam” itu lebih penting dari pada menjadi bagian dari Tubuh Mistik Gereja, atau lain kali bahkan menjadi bagian dari Kristus sendiri. Penyakit ini bahkan muncul pula dari kemauan baik, namun lama kelamaan menjalar ke seluruh anggota kuria roma dan seluruh Gereja dan menjadi penyakit kanker ganas.

 

15. Penyakit “keuntungan duniawi dan pamer diri  (The disease of worldly profit and exhibitionism)

Penyakit ini terjadi jika kita mengganti pelayanan dengan kekuasaan, dan kekuasaan diubah menjadi komoditi yang menghasilkan keuntungan duniawi, dan bahkan menghasilan kekuasaan yang lebih besar lagi. Dan untuk mencapai hal itu, ia menghalalkan segala cara, termasuk mendiskreditkan orang lain bahkan melalui Koran dan majalah. Tentu saja hal itu ia lakukan untuk memaperkan superioritasnya di atas orang lain. Penyakit ini sangat berbahaya, karena bisa menghancurkan Gereja karena hal ini dapat mengarah pada pendapat bahwa orang dapat menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Paus memberikan nasehat kepada para imam: Imam itu seperti pesawat terbang. Ia menjadi berita ketika ia jatuh. Banyak pesawat terbang dan imam yang tidak jauh, dan mereka tidak menjadi berita. Lebih banyak orang mengkritiknya, dan sedikit yang mendoakannya. Perumpamaan ini sangat penting karena menggarisbawahi dua hal: pertama, betapa pelayanan imam itu “gampang-gampang susah” dan kedua, betapa jatuhnya imam itu menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi Gereja.

 

Diterjemahkan dengan bebas oleh Sujoko

Dari Vatican Insider

bottom of page